Geger! Pangkalan Militer AS di Filipina Bikin Kacau Kawasan
Pembangunan pangkalan militer Amerika Serikat di Filipina mendapat penolakan dari sebagian warga negara. Salah satunya adalah Profesor Roland G. Simbulan dari University of the Philippines, yang mengkritik Perjanjian Pertahanan Bersama (MDT) dan Kesepakatan Kerangka Kerja untuk Peningkatan Kerja Sama Pertahanan (EDCA) antara AS dan Filipina karena dianggap dapat merusak kedaulatan negara tersebut.
Simbulan menyoroti bagaimana pangkalan-pangkalan ini dapat membuat Filipina menjadi pangkalan terdepan bagi Amerika, yang secara khusus ditujukan untuk menargetkan China. Pangkalan EDCA yang baru, sebagian besar berlokasi di Taiwan, dipandang akan membawa Filipina ke dalam ketegangan antara AS dan China.
Tokoh-tokoh terkemuka seperti aktivis koalisi dan advokat LSM WomanHealth Princess Nemenzo serta wakil presiden Biro Perdamaian Internasional pemenang Hadiah Nobel Perdamaian yang berbasis di Berlin, Corazon Valdez-Fabros, juga menyuarakan keprihatinan mereka terhadap isu ini. Mereka meminta pemerintah Filipina untuk meninjau kembali hubungannya dengan kekuatan militer asing, mengingat pengalaman sejarah menunjukkan bahwa aliansi semacam itu dapat meningkatkan kemungkinan Filipina terlibat dalam konflik.
Simbulan menekankan bahwa keberadaan pangkalan militer asing di Filipina memiliki risiko signifikan, termasuk keterlibatan dalam konflik antarnegara adidaya seperti AS, China, dan Rusia. Dia mengkhawatirkan bahwa pangkalan EDCA dapat membahayakan kedaulatan nasional Filipina dan membuat negara tersebut menjadi target dalam persaingan geopolitik.
Menurut Simbulan, kehadiran rudal jarak menengah AS di Filipina bahkan telah menimbulkan peringatan dari Presiden Rusia Putin, yang mengatakan hal itu dapat menimbulkan bahaya besar bagi keselamatan negara. Dia juga menyinggung penggunaan pangkalan militer di Filipina oleh AS selama Perang Vietnam, yang memicu kekhawatiran bahwa Filipina bisa menjadi target balasan dalam situasi konflik.
Pakar geografi politik Universitas Islam 45 (Unisma), Rasminto, juga menyoroti bahwa banyak pihak di Filipina merasa keberadaan militer asing, terutama AS, sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negara. Sejarah hubungan Filipina dengan Amerika Serikat, mulai dari masa kolonial hingga kemerdekaan, menambah sensitivitas terhadap isu ini.
Rasminto menegaskan bahwa kedaulatan negara merupakan prinsip dasar yang menegaskan bahwa suatu negara harus memiliki kendali penuh atas wilayah dan urusannya tanpa campur tangan dari pihak luar. Hubungan antara AS dan Filipina sering diperdebatkan karena dianggap memberikan terlalu banyak pengaruh kepada AS dalam urusan pertahanan Filipina.
Keresahan rakyat Filipina terhadap keberadaan pangkalan militer asing juga dipicu oleh potensi konflik dan dampak sosial serta lingkungan yang ditimbulkannya. Direktur Eksekutif Human Studies Institute mengungkapkan bahwa pergeseran hegemoni global di Asia Pasifik berdampak pada keberadaan pangkalan militer di Filipina, di mana AS dan China bersaing untuk dominasi.
Dalam konteks ini, keberadaan pangkalan militer asing di Filipina tidak hanya menjadi masalah keamanan nasional, tetapi juga memunculkan isu-isu sensitif terkait kedaulatan, konflik potensial, dampak lingkungan, serta masalah sosial seperti peningkatan kejahatan dan prostitusi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah Filipina untuk mengevaluasi kembali hubungannya dengan kekuatan militer asing demi menjaga kedaulatan dan keamanan negara.